TIRAKAT ADALAH TRADISI ULAMA
Seorang sufi sejati mengamalkan riyadhah, tirakat, atau suluk thariqah sebagai ibadah tambahan, dengan terlebih dulu menuntaskan seluruh kewajiban syari’at atau ibadah fardhunya.Kata tirakat, yang sangat terkenal pada kalangan orang Jawa, sesungguhnya berasal dari bahasa Arab. Yakni taraka, yang kata jadiannya menjadi yatruku-tarakan-tirkatan, yang berarti “meninggalkan”. Maksudnya, meninggalkan hal-hal yang buruk atau hal-hal yang bersifat duniawi, untuk meraih kebahagiaan akhirat. Ada juga yang berpendapat, kata tirakat merupakan hasil upaya men-Jawa-kan kata thariqah, yang dalam khazanah tasawuf berarti “jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT”.
Dalam dunia tasawuf, tirakat disebut juga suluk, atau lelaku dalam bahasa Jawa, yaitu melakukan suatu ritus untuk menjernihkan qalbu, dengan tujuan memperoleh ma’rifatullah atau pengenalan kepada Allah. Senada dengan itu ialah riyadhah, yang berarti “latihan keruhanian dengan menjalankan ibadah dan menundukkan keinginan nafsu”.
Menurut para pengamal tasawuf, riyadhah dalam arti tersebut juga dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika berkhalwat di Gua Hira sebagai upaya menghindarkan diri dari dampak kebobrokan masyarakat Jahiliyyah. Di sanalah beliau melatih qalbu dan mengasah jiwa dengan merenung dan memperhatikan alam semesta serta keagungannya seraya memuji Penciptanya. Riyadhah itu terus berlanjut setelah beliau diangkat oleh Allah SWT sebagai rasul. Dengan pertolongan Allah, beliau terus melakukan mujahadah, yakni berjuang melawan hawa nafsu, dan memperbanyak amaliah sunnah.
Dalam dunia tasawuf, ada dua macam riyadhah. Yaitu riyadhah jasmani dan riyadhah ruhani. Riyadhah jasmani dilakukan seorang sufi dengan mengurangi atau membatasi makan, minum, tidur, dan berkata-kata. Sebagai gantinya, mereka memperbanyak ibadah, baik yang bersifat jasmani, seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, maupun yang bersifat ruhani, seperti senantiasa mengingat Allah dan menghindari pikiran, perasaan, dan prasangka negatif.
Dua di antara tiga pembatasan itu, yakni makan dan tidur, merupakan satu paket. Sebab, orang yang banyak makan biasanya banyak tidur pula. Karena itu dalam laku tirakat biasanya kedua hal tersebut harus dihindari.
Adapun perilaku sedikit bicara sangatlah dianjurkan. Sebab, orang yang banyak bicara akan semakin banyak pula salah dan khilafnya. Shahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq memberi keteladanan dengan mengulum batu karena takut bicara berlebih-lebihan. Lebih-lebih setelah mendengar sabda Rasulullah SAW, “Man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir, falyaqul khairan au liyashmut (Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, bicaralah yang baik-baik saja, atau lebih baik diam).”
Yang perlu ditekankan, seorang sufi sejati mengamalkan riyadhah, tirakat, atau suluk thariqah sebagai ibadah tambahan, dengan terlebih dulu menuntaskan seluruh kewajiban syari’at atau ibadah fardhunya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, serta menguasai berbagai ranah keilmuan agama yang dibutuhkan untuk hidup mandiri.